Juru bicara badan layanan darurat Ashraf al-Qudra mengatakan, hampir 500 orang juga terluka. Di antara korban tewas pada Rabu kemarin, adalah 10 anak, tujuh perempuan, dan tiga anggota kelompok gerilyawan.
Dilansir AFP, Kamis (10/7), setidaknya dari lima kali serangan udara Israel, semua korban tewas adalah perempuan dan anak. Pada Rabu sore, sebuah rudal mengenai sebuah rumah di Al-Maghazi, lokasi kamp pengungsian di bagian pusat Gaza, mengakibatkan terbunuhnya seorang ibu bersama empat anaknya. Sebelumnya, dua perempuan dan empat anak juga tewas di bagian utara dan timur Kora Gaza.
Serangan di bagian timur kota Gaza, Shejaiya, menewaskan dua anak bersaudara berusia 12 dan 13 tahun. Sementara serangan lain di perumahan Zeitun membunuh seorang ibu dengan anaknya yang baru berusia 18 bulan.
Demikian juga seorang ibu berusia 40 tahun yang tewas bersama anaknya (14) saat rudal Israel meledak di Beit Hanun. Sementara di Rafah, bom pesawat Israel menewaskan nenek berusia 60 tahun dan anak perempua berumur 10 tahun.
Sementara itu pada Rabu dini hari, serangan udara Israel di Beit Hanun berhasil menewaskan seorang komandan perang kelompok Islamic Jihad, Hafez Hammad. Namun lima anggota keluarganya--termasuk di antara dua perempuan dan gadis berusia 16 tahun--juga turut menjadi korban.
Di Gaza bagian tengah, sekelompok petugas medis harus mengangkat mayat nenek berusia 80 tahun dari reruntuhan rumahnya yang rusak akibat serangan udara Israel. Masih di wilayah yang sama, seorang pria usia lanjut juga tewas bersama anaknya.
Sejak dimulainya serangan militer bernama "Operation Protective Edge" pada Selasa (8/7), pesawat tempur Israel telah menggempur 550 target di sekitar Gaza.
Di sisi lain, sudah 170 rudal ditembakkan dari Gaza menuju Israel. Sebanyak 45 di antaranya mengenai pusat-pusat sejumlah kota, termasuk di antaranya Jerusalem dan Tel Aviv.
Sementara itu Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan sudah berbicara dengan sejumlah pemimpin dunia termasuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Palestina Mahmud Abbas, Presiden Mesir Abdul Fatah al-Sisi, dan juga Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry untuk membahas krisis ini.
"Saya sangat khawatir terhadap gelombang kekerasan baru di Gaza, Israel bagian selatan, dan juga Tepi Barat--termasuk di antaranya Yerusalem Timur. Ini adalah ujian paling kritis bagi kawasan (Timur Tengah) dalam beberapa tahun terakhir," kata Ban.
"Gaza saat ini berada di ujung tanduk. Situasi yang terus memburuk ini dalam terus menjadi spiral yang dapat dengan cepat tidak terkontrol oleh siapapun," kata dia.
"Resiko meluasnya gelombang kekerasan ini sangat besar terjadi. Gaza, dan kawasan Timur Tengah secara keseluruhan, tidak boleh kembali mengalami perang," kata Ban.
Di sisi lain, Ban juga mengecam serangan-serangan rudal dari Gaza yang ditujukan ke wilayah Israel. Dia mengatakan, "serangan tersebut tidak dapat diterima dan harus segera dihentikan." Dia juga mendesak Netanyahu untuk menahan diri dan menghormati kewajiban internasional mengenai perlindungan bagi masyarakat sipil.
Dilansir AFP, Kamis (10/7), setidaknya dari lima kali serangan udara Israel, semua korban tewas adalah perempuan dan anak. Pada Rabu sore, sebuah rudal mengenai sebuah rumah di Al-Maghazi, lokasi kamp pengungsian di bagian pusat Gaza, mengakibatkan terbunuhnya seorang ibu bersama empat anaknya. Sebelumnya, dua perempuan dan empat anak juga tewas di bagian utara dan timur Kora Gaza.
Serangan di bagian timur kota Gaza, Shejaiya, menewaskan dua anak bersaudara berusia 12 dan 13 tahun. Sementara serangan lain di perumahan Zeitun membunuh seorang ibu dengan anaknya yang baru berusia 18 bulan.
Demikian juga seorang ibu berusia 40 tahun yang tewas bersama anaknya (14) saat rudal Israel meledak di Beit Hanun. Sementara di Rafah, bom pesawat Israel menewaskan nenek berusia 60 tahun dan anak perempua berumur 10 tahun.
Sementara itu pada Rabu dini hari, serangan udara Israel di Beit Hanun berhasil menewaskan seorang komandan perang kelompok Islamic Jihad, Hafez Hammad. Namun lima anggota keluarganya--termasuk di antara dua perempuan dan gadis berusia 16 tahun--juga turut menjadi korban.
Di Gaza bagian tengah, sekelompok petugas medis harus mengangkat mayat nenek berusia 80 tahun dari reruntuhan rumahnya yang rusak akibat serangan udara Israel. Masih di wilayah yang sama, seorang pria usia lanjut juga tewas bersama anaknya.
Sejak dimulainya serangan militer bernama "Operation Protective Edge" pada Selasa (8/7), pesawat tempur Israel telah menggempur 550 target di sekitar Gaza.
Di sisi lain, sudah 170 rudal ditembakkan dari Gaza menuju Israel. Sebanyak 45 di antaranya mengenai pusat-pusat sejumlah kota, termasuk di antaranya Jerusalem dan Tel Aviv.
Sementara itu Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan sudah berbicara dengan sejumlah pemimpin dunia termasuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Palestina Mahmud Abbas, Presiden Mesir Abdul Fatah al-Sisi, dan juga Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry untuk membahas krisis ini.
"Saya sangat khawatir terhadap gelombang kekerasan baru di Gaza, Israel bagian selatan, dan juga Tepi Barat--termasuk di antaranya Yerusalem Timur. Ini adalah ujian paling kritis bagi kawasan (Timur Tengah) dalam beberapa tahun terakhir," kata Ban.
"Gaza saat ini berada di ujung tanduk. Situasi yang terus memburuk ini dalam terus menjadi spiral yang dapat dengan cepat tidak terkontrol oleh siapapun," kata dia.
"Resiko meluasnya gelombang kekerasan ini sangat besar terjadi. Gaza, dan kawasan Timur Tengah secara keseluruhan, tidak boleh kembali mengalami perang," kata Ban.
Di sisi lain, Ban juga mengecam serangan-serangan rudal dari Gaza yang ditujukan ke wilayah Israel. Dia mengatakan, "serangan tersebut tidak dapat diterima dan harus segera dihentikan." Dia juga mendesak Netanyahu untuk menahan diri dan menghormati kewajiban internasional mengenai perlindungan bagi masyarakat sipil.
0 comments:
Post a Comment